Sungai Pinang, Tempat Bersenang-senang
Berselancar, ”trekking” ke kawasan perbukitan, ”snorkeling”, mandi di air terjun, menyelam, menyusuri sungai, menikmati area persawahan, dan menyeberang ke pulau-pulau kecil. Daftar panjang pelesiran alam itu bisa kita lakukan sekaligus di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Namun, itu belum semuanya. Pengunjung juga bisa membaur dengan kehidupan masyarakat setempat. Ikut menjadi petani atau nelayan.
Menanam padi atau menghela pukat (maelo pukek) dari darat untuk mendapatkan ikan. Mendengarkan bocah-bocah mengaji atau bahkan bermain bola bersama warga di lapangan setempat.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati waktunya sendiri, pantai dengan sinar matahari yang hangat tersedia seharian. Untuk memulai petualangan, pengunjung bisa memilih jadwalnya sendiri.
Namun, ada baiknya mencicipi dahulu petualangan bahari. Tinggi gelombang yang sekitar 2 meter cocok untuk peselancar pemula. Apalagi, dasar pantai terbentuk dari pasir putih. Risiko cedera bisa diminimalkan jika sesekali harus tergulung ombak.
Kegiatan itu bisa dilanjutkan dengan berenang dan snorkeling di sepanjang garis pantai. Sesekali tahanlah napas dan menyelam hingga kedalaman sekitar 5 meter untuk berenang bersama kumpulan ikan.
Jika beruntung, kita bisa melihat penyu hijau (Chelonia mydas) di sekitar tubir karang. Seperti yang hari itu Kompas temukan, seekor satwa dilindungi itu melenggang perlahan dengan jarak hanya sekitar 50 sentimeter dari moncong kamera.
Sekalipun hamparan karang mati dengan sedimentasi relatif tebal mendominasi, kita masih bisa menemukan sejumlah koloni Anemon di bawah sana, dikelilingi ikan-ikan mungil yang bersimbiosis ataupun ikan bedah (Acanthurus sp) yang melenggak-lenggok dengan sirip insang yang aktif.
Tingkat kekeruhan pada pagi hari relatif rendah, membuat jarak pandang di bawah laut bisa menembus sekitar 10 meter ke depan.
Selesai dengan keasyikan bersama samudra, kita bisa langsung berjalan kaki menembus hutan. Siapkan sepatu dan fisik yang kuat.
Jalur mendaki, menyusuri pematang sawah, mengupas belantara hutan, dan menapaki dasar sungai akan dilalui sebelum sampai ke lokasi Air Terjun Talingo Kuali. Dinamakan Talingo Kuali karena ada sebentuk batuan alam yang menyerupai pegangan kuali yang menjadi tempat jatuhnya air.
Sekitar 4 kilometer jalur mesti dilalui dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Aliran sungai bening yang bisa diminum langsung dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berlarian di antara pepohonan jadi pengalaman tersendiri.
Lalu, kita akan menjumpai batu-batu besar seukuran rumah tipe 21 sebelum sampai di luncuran air terjun pertama. Pada sejumlah bagian lubuknya yang terbentuk dari cekungan dan palung bebatuan terlihat ikan gariang (Tor tambroides) berkejaran.
Sebagian kawasan perbukitan itu memang terdiri atas bebatuan. Pada beberapa bagian terbentuk lubang berisi air. Bibit nyamuk tampak di bawah air. Sementara burung-burung walet liar tampak beterbangan di atasnya.
Jika tenaga masih tersisa, bisa melanjutkan ke sejumlah air terjun berikutnya. Terus sampai benar-benar bertemu bagian hulu airnya.
Meski demikian, pengunjung mesti ekstra hati-hati saat naik atau menuruni bebatuan di sekitar kumpulan air terjun. Kombinasi luncuran air yang membasahi batu sekian lama menjadi tempat terbaik keberadaan lumut.
”Tempat ini sangat bagus. Saya sudah mencoba snorkeling dan berselancar. Cocok untuk pemula seperti saya. Makanannya enak dan orang-orangnya ramah,” kata Martin Durrenberger, pengunjung asal Swiss.
Martin menemukan Nagari Sungai Pinang bersama rekan-rekannya dari laman internet authenticsumatra.com yang diunggah pasangan Ricky Putra Sinaro (29) dan Anne Ionoff (31). Pasangan suami istri yang dikaruniai putri bernama Alicia Ionoff (3 bulan) itu mengelola penginapan di nagari itu.
Diawali dengan 2 kamar yang bisa disewakan di rumah mereka, kini sudah ada 3 kamar di dalam rumah, ditambah 3 bungalo kecil di pinggir pantai, dan 6 rumah penduduk yang bisa dijadikan tempat tinggal.
Untuk menuju ke sejumlah pulau kecil, Ricky menggunakan jasa tujuh nelayan setempat. Hal ini dilakukan sebagai bagian penerapan konsep ekowisata yang memberi dampak langsung kepada masyarakat setempat, selain memberikan pengalaman hidup berbeda bagi pengunjung.
Menjelang maghrib, matahari tampak mengendap-endap di ufuk barat. Namun, Martin bersama pemuda setempat masih saja asyik berjibaku di lapangan sepak bola. (Ingki Rinaldi)
View the original article here
Ditulis oleh Gilang Biantara
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar